Minggu, 13 Juni 2010

Pengalaman dalam micro teaching


RINGKASAN
Penelitian bertujuan
(1) Untuk mengetahui tentang pengaruh yang signifikan secara simultan tingkat pendidikan, pelatihan, pengalaman mengajar terhadap Profesionalisme Guru ... Kecamatan ... Kabupaten ....
(2). Untuk mengetahui tentang variabel manakah yang memiliki pengaruh dominan diantara variabel tingkat pendidikan, pelatihan, pengalaman mengajar terhadap Profesionalisme Guru ...Kecamatan ... Kabupaten ....
Metode penelitian dengan menggunakan metode survey mengambil sampel dengan teknik random sampling yakni dengan memanfaatkan 40 guru Sekolah Dasar Negeri Gugus II Kecamatan ... Kabupaten .... Analisa data yang digunakan dengan memakai data statistik regresi berganda. Hipotesis yang diajukan adalah

(1) Di duga ada pengaruh yang signifikan secara simultan antara tingkat pendidikan, pelatihan, pengalaman mengajar terhadap Profesionalisme Guru ... Kecamatan ... Kabupaten ....
(2). Di duga tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang dominan dibanding dengan pelatihan, pengalaman mengajar terhadap Profesionalisme Guru S... Kecamatan ... Kabupaten ....
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
(1). Variabel independent yang meliputi pendidikan, pelatihan, dan pengalaman mengajar mempunyai pengaruh yang signifikan dengan Profesionalisme Guru ...Kecamatan ... Kabupaten .... Hal ini ditunjukkan dari besarnya koefisien determinasi (R2) sebesar 0,825 artinya besarnya kontribusi pendidikan, pelatihan, dan pengalaman mengajar terhadap Profesionalisme Guru ... Kecamatan ... Kabupaten ... sebesar 82,5 % dan sisanya 17,5 % dipengaruhi oleh variabel lain diluar model penelitian ini. Dan diperkuat dengan hasil uji ANOVA diperoleh f hitung = 56,378 > f tabel sebesar 2,01 maka Hipotesis pertama terima.
(2). Secara parsial variabel pendidikan memiliki pengaruh yang paling dominan dengan hasil uji t hitung 3,869 dan koefisien regresi parsial sebesar 0,566 (56,6 %), untuk variabel pengalaman mengajar t hitung = 2,708 dan koefisien regresi parsial sebesar 0,189 (18,9 %) dan untuk variabel pelatihan t hitung = 2,115 dan koefisien regresi parsial sebesar 0,175 (17,5 %), sehingga hipotesis kedua terbukti kebenarannya.

Baca selengkapnya ..

Penggunaan Micro Teaching

HAKIKAT MICRO TEACHING 28 Oktober 2008
Diarsipkan di bawah: 1 — Mohammad Sabeni @ 08:44

Micro Teaching berasal dari dua kata yaitu micro berarti kecil, terbatas, sempit dan teaching berarti mengajar. Jadi, Micro Teaching berarti suatu kegiatan mengajar yang dilakukan dengan cara menyederhanakan atau segalanya dikecilkan. Maka, dengan memperkecil jumlah murid, waktu, bahan mengajar dan membatasi keterampilan mengajar tertentu, akan dapat diidentifikasi berbagai keunggulan dan kelemahan pada diri calon guru secara akurat. J.Cooper & D.W. Allen ( 1971, h. I ) mengatakan bahwa Pengajaran mikro adalah studi tentang suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah tertentu, yakni selama empat atau sampai dua puluh menit dengan jumlah siswa sebanyak tiga sampai sepuluh orang.bentuk pengajaran di sederhanakan, guru hanya memfokuskan diri hanya pada beberapa aspek.pengajaran berlangsung dalam bentuk sesungguhnya, hanya saja di selenggarakan dalam bentuk mikro. membahas tentang pengertian pengajaran mikro, sejarahnya, rasional, penggunaan pengajaran mikro dan efektivitas pengajaran mikro, serta rangkuman penelitian.

Micro teaching atau pengajaran Mikro merupakan kegiatan yang sangat vital bagi setiap mahasiswa atau calon guru. Untuk memenuhi tuntutan agar dapat menempatkan kediriannya utuh dan professional di bidang keguruan. Mereka beranggapan bahwa asal lulus pasti dapat mengajar, karena sudah belajar dan memiliki banyak teori yang berkaitan dengan cara-cara mengajar.


Tetapi kenyataan banyak masalah yang yang timbul saling bertautan satu sama lain, baik segi tempat, waktu praktik maupun aspek-aspek yang berasal dari diri mahasiswa atau siswa praktikan. Latihan praktik mengajar yang dilakukan secara langsung dalam real class room, akan banyak ditemukan permasalahan baru yang tidak mungkin dapat dipecahkan secara cepat dan tepat pada saat di depan kelas juga.

Calon guru yang melakukan real class room teaching akan berdampak cukup signifikan memenuhi maksud proses belajar mengajar. Dengan demikian, calon guru harus langsung di depan kelas berhadapan dengan 30 siswa atau lebih, untuk menyampaikan pesan atau misi satuan pelajaran yang padat dan kompleks, maka akan dirasakan sebagai beban yang berat. Sebab pada hakikatnya ia sendiri baru belajar untuk mengajar.

Dilihat dari aspek historis bahwa Pengajaran mikro mulai di kembangkan di Universitas Stanford pada tahun 1963, dalam rangka menemukan metode latihan bagi para calon guru yang lebih efektif.Dalam rangka mengembangkan keterampilan mengajar, perbuatan mengajar yang kompleks itu dipecapecah menjadi sejumlah keterampilan agar mudah dipelajari. Disamping itu diteliti pula cara-cara menggunakan metode secara fleksibel dan efektif, dan disertai pertanyaan-pertanya an sebagai reinforcement.

Sistem pengajaran kelas telah mendudukkan guru pada satu tempat yang sangat penting, karena guru yang memulai dan mengakhiri setiap interaksi belajar mengajar yang diciptakannya. Berbagai peranan guru, dibutuhkan keterampilan dalam pelaksanaan. Belajar merupakan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit untuk menentukan tentang bagaimanakah mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi belajar mengajar yang tidak dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru dalam mengakumulasi dan mengaplikasikan segala pengetahuan keguruannya. Itulah ,sebabnya seperti telah ditekankan di muka bahwa dalam melaksanakan interaksiu belajar mengajar perlu adanya beberapa keterampilan mengajar. Ada tidaknya interaksi adalah merupakan tanggung jawab guru, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Suatu cara untuk menumbuhkan interaksi ini adalah dengan mengajukan pertanyaan atau permasalahan kepada siswa. Tetapi satu hal yang lebih penting ialah kemampuan guru dalam menyediakan kondisi yang memungkinkan terciptanya hal tersebut memiliki kemampuan untuk :

a. Menghargai siswa sebagai insan pribadi dan insan sosial yang memiliki hakikat dan harga diri sebagai manusia.

b. Menciptakan iklim hubungan yang intim dan erat antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa.

c. Menumbuhkan gairah dan kegembiraan belajar di kalangan siswa

d. Kesediaan dalam membantu siswa.

e. Aktivitas siswa yang bersifat negatif dalam arti mengganggu berlangsungnya proses belajar mengajar perlu segera dihentikan. Siswa yang bermain sendiri atau mengganggu teman yang lain atau berusaha menarik perhatian kelas, penting untuk mendapatkan perhatian guru. Ucapan yang dapat digunakan misalnya: tenang! Perhatikan kemari!, jangan ramai!, dan lain sebagainya.

Dasar Pemikiran

a. Guru sebagai profesional seharusnya memiliki tiga modal dasar yaitu pemahaman yang mendalam ter-hadap hal-hal yang bersifat filo-sofis, konseptual, dan skill

b. Pembelajaran merupakan suatu proses dan melibatkan berbagai aspek, karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif diperlukan keterampilan.

c.Keterampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh.

d. Sekumpulan teori yang diperoleh di perkuliahan tidak akan mampu secara otomatis menghadapi berbagai problema yang ada dalam kelas tersebut. Persoalan administrasi, tempat praktik dan mekanisme pengaturan waktu akan muncul secara bersamaan melahirkan situasi baru yang belum pernah ditemui oleh mahasiswa di meja atau di ruang sekolah sehari-harinya.

Karakteristik Mikro Teaching

Konsep pengajaran mikro dilandasi oleh pokok-pokok pikiran, yaitu Pengajaran yang nyata, artinya pengajaran di laksanakan tidak dalam bentuk sebenarnya, tetapi berbentuk mini dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Peserta berkisar antara 5 – 10 orang

b. waktu mengajar terbatas sekitar 10-15 menit

c. komponen mengajar dikembangkan terbatas

d. Latihan terpusat pada keterampilan mengajar.

e. Mempergunakan informasi dan pengetahuan tentang tingkat belajar

f. umpan balik terhadap kemampuan guru / calon guru.

g. pengajaran di laksanakan bagi para siswa dengan latar belakang yang berbeda-beda dan berdasarkan pada kemampuan intelektual kelompok usia tertentu.

h. Pengontrolan secara ketat terhadap lingkungan latihan yang di selenggarakan dalam laboratorium mikro teaching

i. Pengadaan low-threat-situation untuk memudahkan calon guru mengajari keterampilan mengajar.

j. Penyediaan low-risk-situation yang memungkinkan siswa berpartisipasi aktif dalam pengajaran.

k. Penyediaan kesempatan latihan ulang dan pengaturan distribusi latihan dalam jangka waktu tertentu.

Tujuan Micro Teaching

Tujuan umum Micro Teaching adalah mempersipkan mahasiswa calon guru untuk menghadapi pekerjaan mengajar spsenuhnya di muka kelas dengan memiliki pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan sikap sebagai guru yang profesionalز Adapun tujuan khusus Micro Teaching sebagai berikut :

a. Menganalisis tingkah laku mengajar kawan sejawat dan dirinya sendiri

b. Mempraktikkan berbagai teknik mengajar dengan benar dan tepat

c. Mewujudkan situasi belajar-mengajar yang efektif dan efisien

Implikasi Mikro Teaching Terhadap Ilmu Pendidikan

Hasil penelitian yang di laksanakan oleh para pengarang tentang pengajaran mikro pada lembaga pendidikan guru di Amerika Serikat sesungguhnya memberikan input baru terhadap perkembangan ilmu kependidikan dan keguruan pada umumnya.pengaruh tersebut dapat dapat kita lihat dalam perhatian para ahli kependidikan ternyata bertambah meningkat dalam usaha menemukan suatu system yang lebih efisien dan efektif dalam rangka pendidikan guru dan penerapan teknologi baru dalam teknologi pendidikan.
Implikasi Micro Teaching Terhadap Profesi Kependidikan

Pada masa silam masih banyak orang yang mempertanyakan apakah jabatan guru adalah suatu profesi? Pernyataan ini tentu timbul di kalangan pihak-pihak yang masih beranggapan bahwa jabatan guru bukan jabatan professional, atau dengan kata lain bahwa setiap orang mampu menjadi guru. Pandangan ini sudah lama lewat sejak munculnya para ahli pendidikan yang mengemukakan, bahwa pekerjaan guru tidak dapat di pegang oleh sembarang orang tanpa memiliki keahlian dalam bidang kependidikan dan keguruan.Ùˆ Pendidikan melakukan fungsinya melalui tiga cara, atau proses pendidikan memiliki tiga dimensi, yakni Dimensi substantif, tentang apa yang diajarkan; Dimensi tingkah laku, tentang bagaimana mengajar atau dinamika pembuatan belajar mengajar;Dimensi lingkungan, keadaan lingkungan secara fisik di mana berlangsung pembelalajaran

Mengenai kompetensi guru ini, ada barbagai model cara mengklasifikasikan. Untuk program S1 salah satunya dikenal adanya “sepuluh kompetensi guru” yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Sepuluh kompetensi guru itu meliputi: menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media atau sumber, menguasai landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Sebelu guru tampil di depan kelas untuk mengelola interaksi belajar mengajar, terlebih dahulu harus sudah menguasai bahan-bahan apa yang dikontakkan dan sekaligus bahan-bahan yang dapat mendukung jalannya proses belajar-mengajar. Dengan modal penguasaan bahan, guru akan dapat menyampaikan materi pelajaran secara dinamis. Untuk mengajar satu kelas, guru dituntut mampu mengelola kelas, yakni menyediakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya proses belajar mengajar. Kalau belum kondusif, guru harus berusaha seoptimal mungkin untuk membenahinya. Oleh karena itu kegiatan mengelola kelas akan menyangkut “mengatur tata ruang kelas yang memadai untuk pengajaran” dan menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi. Mengatur tata ruang kelas maksudnya guru harus dapat mendisain dan mengatur ruang kelas sedemikian rupa sehingga guru dan anak didik itu kreatif, kerasan belajar di ruang itu. Misalnya bagaimana mengatur meja dan tempat duduk, menempatkan papan tulis, tempat meja guru, bahkan bagaimana pula harus mengatur hiasan di dalam ruangan kelas. Disamping itu pula, kelas juga harus dalam keadaan bersih.

Berkaitan dengan kemampuan guru, Wijaya dan Rusyan (1991: 14-20) mengemukakan bahwa kemampuan pribadi guru dalam proses belajar mengajar, terdiri dari: (a) Kemantapan dan integrasi pribadi, (b) Peka terhadap perubahan, (c) Adil, jujur dan objektif, (d) Bersikap disiplin dalam melaksanakan tugas, (e) Ulet dan tekun bekerja, (f) Simpatik, menarik, luwes, bijaksana, dan sederhana, (g) Bersifat terbuka, (h) Kreatif, (i) Berwibawa.

Sedangkan kemampuan profesional guru dalam proses belajar mengajar terdiri dari: (a) Mampu menguasai bahan bidang studi; (b) Mampu mengelola program belajar mengajar; (c) Mampu mengelola kelas; (d) Mampu mengelola dan menggunakan media serta sumber belajar; (e) Mampu menilai prestasi belajar mengajar; (f) Memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan; (g) Menguasai metode berpikir; (h) Terampil memberikan bantuan dan bimbingan kepada siswa; (i) Meningkatkan kemampuan menjalankan misi profesional; (j) Memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan; (k) Mampu menyelenggarakan penelitian sederhana; (l) Mampu memahami karakteristik siswa; (m) Mampu menyelenggarakan administrasi sekolah; (n) Memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan; (o) Berani mengambil keputusan; (p) Memahami kurikulum; (q) Mampu bekerja berencana dan terprogram; dan (r) Mampu menggunakan waktu secara tepat.

Kemampuan sosial guru dalam proses belajar mengajar menurut Wijaya dan Rusyan (1991) bahwa guru harus mampu; (a) Terampil berkomunikasi dengan siswa; (b) Bersikap simpatik baik kepada siswa dan guru; (c) Dapat bekerja sama dengan BP3; (d) Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan.

Aplikasi dalam Sistem Pendidikan Guru

sejauh manakah kemungkinan penerapan system pengajaran mikro dalam system pendidikan guru di negara kita ? pertanyaan inni akan mengundang dua pendapat yang mungkin berbeda atau bertentangan satu sama lain. Pihak yang berpandangan optimis sudah tentu akan mengatakan, bahwa sistem mikro perlu segera dilaksanakan dan dikembangkan dalam program pendidikan guru di negara kiita. Argumentasi yang di gunakan adalah, mengingat manfaatnya yang dapat diperoleh, efisien dan efektif yang tinggi dalam rangka mmellatih keterampilan mengajar yang relevan dengan tugasnya. Hal ini terbukti sudah ada LPTK yang melaksanakannya.
Peranan Pengajaran Mikro dalam Praktek Kependidikan

pengajaran mikro di pergunakan dalam rangka praktek kependidikan, telah di gunakan di LPTK/ Biro Praktek keguruan bertugas mengelola pelaksanaan praktek keguruan telah menggunakannya untuk mempersiiapkan dan memperbaiiki penampilan mengajar para mahasiswa peserta yang memenuhi persyyaratan

Model Pengajaran Mikro

1. Konsep

pengajaran mikro ( Mikro Teaching ) adalah suatu situasi pengajaran yang di laksanakan dalam waktu dan jumlah siswa yang terbatas, yakni selama 4 sampai 20 mennit dengan jjumlah siswa sebanyak 3 sampai 10 orang ( Cooper dan Allen, 1971, h. I ). Bentuk pengajaran yang sederhana, di mana calon guru/guru berada dalam suatu lingkungan kelas yang terbatas dan terkontrol. Guru mengajarrkan hanya satu konsep dengan menggunakan satu atau dua keterampilan mengajar.
2. Program

Pertimbangan yang mendasari penggunaan program pengajaran mikro adalah Untuk mengatasi kekurangan waktu yang di perlukaan dalam latihan mengajar secara tradisional

Keterampilan mengajar yang kompleks dapat di perinci menjadi keterampilan-keterampilan mengajar yang khusus dan dapat di latih secara yang berurutan

Model Latihan Intership
1. Konsep

Intership adalah suatu tahap persiapan professional di mana seorang siswa yang hampir menyelesaikan studinya secara formal bekerja di lapangan di bawah supervisi seorang administrator ( practicing administrator ) yang kompeten dan seorang professional school representative selama jangka waktu ( block of time ) dengan maksud mengembangkan kompetensi dan melaksanakan tanggung jawab kependidikan ( Davies, 1962, h. 2 ).
2. Program

Program intership berdasarkan pada yuridis, Kebijaksanaan Pendidikan,danadministraatif.
Model Pengalaman Lapangan
1. Konsep

Pengalaman lapangan merupakan salh satu kegiatan intrakurikuler yang di laksanakan oleh mahasiswa, yang mencakup, baik latihan mengajar maupun tugas-tugas kependidikan di luar mengajar secara terbimbing dan terpadu untuk memenuhi persyaratan pembentukan profesi kependidikan. Berdasarkan rumusan yang singkat itu, dapat di ungkapkan tiga pokok pikiran penting, yakni pengalaman lapangan berorientasi pada kompetensi, terarah pada pembentukan kemampuan-kemampuan profesional siswa calon guru atau tanaga kependidikan lainnya, dan dilaksanakan, dikelola, dan ditata secara terbimbing dan terpadu.

2. Proggram

Program Pengalaman Lapangan ( PPL ) adalah serangkaian kegiat an yang diprogramkan bagi siswa LPTK, yang meliputi, baik latihan mengajar maupun latihan di luar mengajar. Kegiatan ini merupakan ajang untuk membentuk dan membina kompetensi-kompetensi professional yang dipersyaratkan oleh pekerjaan guru atau tenaga kependidikan yang lain. Sasaran yang ingin dicapai adalh pribadi calon pendidik yang memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta pola tingkah laku yang diperlukan bagi profesinya serta cakap ddan tepat menggunakannya di dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, baik di seekolah maupun di luar sekolah.

Model Latihan Guru Sistematik

1. Konsep

A Systematic Teacher Training Model ( Cage et al. 1977 ).pokok pikiran yang melandaasi model ini ialah, bahwa belajar dan mengajar merupakaan fungsi-fungsi manusia yang fundamental, yang beraneka ragam bentuknya, yang berkembang sepanjang masa. Setiap masa hanya ada satu cara yang digunakan untuk mellatih guru guna memajukan mengajar dan belajar yang dianggap sebagai suatu cara yang teerbaik.

2. Program

Sesuai dengan pendekatan sistem yang mendassari program sistematik dalam konteks pendidikan guru dan proses belajar mengajar, maka isi program latihan tidak perlu sama. Tiap sekolah dapat memiliki program yang berbeda-beda sesuai dangan tujuan, kebutuhan sekolah, dan lembaga pendidikan guru : ( 2003: 1-176)

Baca selengkapnya ..

MICRO TEACHING


MICRO-TEACHING
A. LATAR BELAKANG
Secara tradisional latihan praktek mengajar dilakukan langsung di sekolah latihan sesudah calon guru memperoleh pengetahuan teoritis tentang dasar-dasar keguruan dan isi (konten) dari bidang studi yang akan diajarkannya. Kalau mengajar di kelas (dengan siswa 35-40 orang, dalam waktu 40-45 menit, untuk satu pokok bahasan), hal itu akan dirasakan sebagai pekerjaan yang sangat rumit dan sulit bagi calon guru. Latihan mengajar di kelas dengan murid sekitar 35-40 orang dalam satu jam pelajaran dengan beban pengajaran yang banyak, maka perhatian guru cenderung akan terfokus kepada “his pupils learn” sehingga tujuan utama latihan yaitu “he learn to teach” akan terabaikan. Di samping itu, kekeliruan/kesalahan yang dilakukan oleh calon guru tersebut akan merugikan sejumlah besar murid di kelas tempat ia berlatih. B. RASIONAL Micro berarti kecil, terbatas, sempit; Teaching berarti mengajar
Microteaching berarti suatu kegiatan mengajar di mana segala sesuatunya dikecilkan atau disederhanakan untuk membentuk/ mengembangkan ketrampilan mengajar.
* A. Suherman; Koordinator Laboratorium Mikro Teacching UPI; Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Arab FPBS UPI.
Dengan demikian, ciri khas dari pada microteaching adalah sesuai dengan sebutannya, yaitu kondisi serta situasinya disederhanakan atau di”mikro”kan, misalnya:
Murid/siswa
30 - 40 orang
=
5 - 10 orang
Waktu
30 - 45 menit
=
10 - 15 menit

Bahan pelajaran
l u a s
=
terbatas (kegiatan mengajar difokuskan pada keterampilan mengajar tertentu)
Keterampilan
Terintegrasi
=
bahan pelajaran hanya mencakup satu dua aspek yang sederhana
TEACHING
MICRO
TEACHING
C. FUNGSI
Laboratorium Microteaching berupaya untuk membina calon guru/tenaga kependidikan melalui keterampilan kognitif, psikomotorik, reaktif dan interaktif. Di samping itu, Laboratorium Microteaching melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi Instruksional: Laboratorium Microteaching berfungsi menyediakan fasilitas praktik/latihan bagi calon guru/tenaga kependidikan untuk berlatih dan/atau memperbaiki dan meningkatkan keterampilan pembelajaran, yang pada hakikatnya merupakan latihan penerapan pengetahuan metode dan teknik mengajar dan/atau ilmu keguruan yang telah dipelajari secara teoritik;
2. Fungsi Pembinaan: Laboratorium Microteaching menyediakan kemudahan untuk membina keterampilan dan/atau mengembangkan keterampilan-keterampilan khusus tentang teknik-teknik mengajar yang efektif bagi tenaga kependidikan;
3. Fungsi Diagnostik: Laboratorium Microteaching menyediakan fasilitas dan kondisi spesifik untuk membimbing calon guru/tenaga kependidikan yang mengalami kesulitan melaksanakan keterampilan-keterampilan tertentu dalam proses belajar mengajar;
4. Fungsi Integralistik: Pengajaran melalui microteaching merupakan bagian integral Program Pengalaman Lapangan (PPL) serta merupakan mata kuliah prasyarat PPL dan berstatus sebagai mata kuliah wajib lulus;
5. Supervisi: Laboratorium Microteaching juga dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan mengajar, sehingga pada gilirannya dia lebih mampu memberikan bimbingan profesional kepada guru-guru di sekolah;
6. Fungsi Eksperimental, Keberadaan laboratorium microteaching berfungsi sebagai bahan uji coba bagi para pakar di bidang pendidikan. Umpamanya seorang dosen atau seorang ahli berdasarkan penelitiannya menemukan suatu model atau suatu metode pembelajaran, maka sebelum penemuan itu dipraktekkan di lapangan, maka terlebih dahulu diuji-cobakan di laboratorium microteaching ini. Dengan demikian hasilnya dapat dievaluasi di mana letak kelemahannya untuk segera dilakukan perbaikan-perbaikan.
D. TUJUAN
Secara umum, latihan microteaching bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam proses pembelajaran atau kemampuan profesional calon guru dan/atau meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan dalam berbagai keterampilan yang spesifik. Latihan praktek mengajar dalam situasi laboratoris, maka melalui micro-teaching, calon guru ataupun guru dapat berlatih berbagai ketrampilan mengajar dalam keadaan terkontrol untuk meningkatkan kompetensinya
Secara khusus, latihan pembelajaran melalui microteaching bertujuan untuk:
1. Meningkatkan keterampilan peserta pelatihan mengenai cara menyusun Persiapan Mengajar/Satuan Acara Perkuliahan yang dimikrokan;
2. Meningkatkan keterampilan teknik mengajar yang efektif bagi para peserta latihan;
3. Dapat menganalisa tingkah laku mengajar diri sendiri dan teman-temannya.
4. Latihan ketrampilan mengajar melalui laboratoris, diharapkan kelak dalam menghantarkan pembelajarannya akan terhidar dari "kikuk dan kaku".
E. NILAI DAN MANFAAT
Secara umum, penggunaan laboratorium microteaching bermanfaat dalam rangka persiapan awal bagi calon guru/praktikan sebelum mereka menempuh pengalaman lapangan di sekolah atau di Balai diklat.
F. REALISASI PENGAJARAN MICROTEACHING
Pelaksanaaan pembelajaran melalui microteaching dapat diselenggarakan oleh masing-masing jurusan dan/atau program di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) bekerjasama dengan UPT PPL UPI
G. STATUS
Pembelajaran Microteaching terintegrasi ke dalam salah satu mata kuliah proses belajar mengajar (PBM), karenanya tidak memiliki bobot SKS tersendiri.
H. SYARAT PESERTA
Syarat bagi setiap mahasiswa untuk dapat mengikuti program pembelajaran microteaching adalah sebagai berikut:
1. Sedang mengikuti mata kuliah SBM dan/atau Perencanaan Pengajaran, dan telah menyelesaikan perkuliahan paling sedikit 75 Sks bagi program S1;
2. Bagi peserta program D2, minimal telah menempuh 40 Sks;
3. agi instansi lain diatur tersendiri.
I. JENIS KETRAMPILAN MENGAJAR
Jenis ketrampilan mengajar meliputi:
1. Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran;
2. Ketrampilan mengadakan variasi (Variasi stimulus);
3. Ketrampilan bertanya dasar dan lanjut;
4. Ketrampilan memberi penguatan;
5. Ketrampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan;
6. Ketrampilan memimpin diskusi kecil;
7. Ketrampilan menjelaskan;
8. Ketrampilan mengelola kelas.
J. SASARAN
Sasaran pengajaran melalui laboratorium microteaching adalah terbentuknya profil guru yang memiliki sikap tut wuri handayani serta mempunyai perangkat keterampilan belajar mengajar yang spesifik praktis.
K. KEBAIKAN MICRO-TEACHING
1. Mengembangkan kemampuan mawas diri, melihat kelemahan/kebaikan serta mempunyai motivasi untuk memperbaikinya;
2. Pembelajaran melalui microteaching dapat menunjang pelaksanaan Praktik Program Pengalaman Lapangan (PPL).
L. KELEMAHAN MICRO-TEACING
1. Pembelajaran melalui microteaching menggunakan rekanan/teman sejawat sendiri sebagai murid, kemungkinan akan dirasakan “sebagai sandiwara” saja, sehingga tidak mewujudkan situasi pembelajaran yang wajar;
2. Untuk latihan ulangan dengan menggunakan murid yang sama menggunakan bahan yang sama, akan mengakibatkan menjemukan;
M. KETERKAITAN MICRO-TEACHING DENGAN PPL
Micro-teaching dalam konteks pelaksanaan program pengalaman lapangan, tidak berarti bahwa microteaching sebagai pengganti praktik mengajar, melainkan berfungsi sebagai alat pembantu/pelengkap dari program praktik mengajar. Dengan perkataan lain, bahwa latihan praktik mengajar tidak berhenti sampai dikuasainya komponen-komponen keterampilan mengajar melalui micro-teaching, akan tetapi perlu diteruskan sehingga calon guru dapat mempraktikkan kemampuan mengajarnya secara komprehensip dalam real class-room teaching.
PENGELOLAAN DAN DESKRIPSI TUGAS
PROGRAM MIKRO-TEACHING
A. PENGELOLAAN PROGRAM
Pelatihan atau pembelajaran di laboratorium microteaching dikelola oleh UPT PPL UPI (sekaran PLP= Program Latihan Profesi) yang pelaksanaanya dilakukan oleh masing-masing dosen Belajar dan Pembelajaran dan/atau Dosen Perencanaan Pengajaran pada jurusan/atau program yang berada di lingkungan UPI bekerjasama dengan koordinator bidang microteaching selaku fasilitator.
B. PROSEDUR BIMBINGAN
Kelompok mahasiswa dibimbing oleh satu tim, terdiri atas dosen pembimbing dan petugas lain yang ditunjuk. Minimal tim ini terdiri atas dua orang, yaitu dosen pembimbing dan observer.
C. DESKRIPSI TUGAS
1. UPT. PPL
Unit Pelaksana Teknis Program Pengalaman Lapangan (UPT. PPL/PLP) UPI melalui Koordinator Bidang Microteaching bertugas:
a Memberikan penjelasan kepada peserta pembelajaran mikro tentang arti, peranan, tujuan dari pembelajaran mikro (bila dibutuhkan);
b Menyediakan fasilitas pembelajaran mikro sesuai dengan batas kemampuan yang ada;
c Mengatur petugas laboratorium microteaching untuk kelancaran tugas;
d Memantau pelaksanaan pengajaran mikro;
2. Dosen Pembimbing
a Memberikan penjelasan kepada mahasiswa bimbingannya tentang tatalaksana pembelajaran mikro;
b Membimbing mahasiswa dalam membuat persiapan mengajar/Satuan pelajaran yang dimikrokan;
c Membimbing latihan katrampilan terbatas;
3. Mahasiswa
a Membuat Persiapan Mengajar latihan keterampilan terbatas dengan persetujuan dosen pembimbing rangkap tiga (untuk dosen pembimbing, observer dan mahasiswa praktikan itu sendiri);
b Melaksanakan keterampilan terbatas dan diskusi;
c Bertindak sebagai obeserver dengan persetujuan dosen pembimbing.
4. Kewajiban Mahasiswa
a Hadir di ruangan paling lambat 10 menit sebelum pelatihan dimulai;
b Menyiapkan kelengkapan yang dibutuhkan untuk pengajaran keterampilan terbatas;
c Pada waktu pembelajaran mikro berlangsung, hendaklah bersikap sebagai guru, siswa (peer teaching) dan observer.
5. Pelaksanaan
a. Waktu
Pengajaran mikro dilaksanakan pada:
a) Semester 6 untuk program S1;
b) Semester 4 untuk D2;
c) Untuk instansi lain diatur kemudian disesuaikan dengan kondisi yang ada.
b. Tempat
Pembelajaran mikro dilaksanakan di laboratorium microteaching Unit Pelaksana Teknis Program Pengalaman Lapangan (UPT PPL) UPI.
c. Pelaksanaan Pengajaran Mikro
Pelaksanaan pengajaran mikro melibatkan:
a) Dosen pembimbing/supervisor;
b) Tenaga administrasi bidang koordinator microteaching;
c) Tenaga teknisi laboratorium microteaching;
d. Pola Pelaksanaan Pembelajaran di Laboratorium Microteaching
1). Dosen mata kuliah SBM/Perencanaan Pengajaran pada jurusan atau program di lingkungan UPI mendaftarkan diri di UPTPPL pada bidang Laboratorium microteacing untuk memperoleh penjadwalan, dan ruang pembelajaran;
2). Menyerahkan daftar jumlah pembelajar yang akan mengikuti pembelajaran di laboratorium microteacing, hal ini diperlukan di samping untuk pengadministrasian, juga untuk penyediaan sarana dan prasarana
PENILAIAN DAN FEED-BACK
A. NILAI
1. Sifat Penilaian
Penilaian bersifat objektif dan menyeluruh.
2. Bentuk Penilaian
Cara atau model yang dilakukan untuk mengevaluasi pembelajaran mikro dilakukan sesuai dengan bentuk keterampilan itu sendiri.
3. Penilai
Dalam kegiatan pembelajaran mikro yang menilai adalah:
a. dosen pembimbing/supervisor;
b. mahasiswa calon guru/observer.
4. Sasaran Penilaian
Yang dinilai adalah kemampuan menampilkan keterampilan mengajar yang dimikrokan.
B. USAHA DAN BALIKAN (FEED-BACK)
1. Maksud Feed-Back
Unsur feed-back dalam microteaching merupakan ciri penting yang tidak terdapat dalam prosedur latihan mengajar yang tradisional. Dalam microteaching hasil catatan observasi oleh supervisor/pembimbing, atau mahasiswa/ observer dikumpulkan sebagai data untuk feed-back, yaitu untuk didiskusikan,
dilihat/didengar kembali penampilan keterampilan dalam pembelajaran mikro tadi.
2. Pelaksanaan Feed-Back
a. Feed-Back dilaksanakan setelah praktik microteaching selesai. Bila yang menjadi muridnya adalah temannya sendiri, mereka diajak mengadakan feed-back;
b. Bila menggunakan alat pencatat/perekam mekanis, hasil rekaman dapat diputar kembali, baik suara, gambar dijadikan sebagai bahan diskusi dan kritik;
3. Manfaat Feed-Back
a. Mengidentivikasi kekurangan/kelemahan diri sendiri dan mempunyai dorongan untuk memperbaiki;
b. Mengembangkan rasa percaya pada diri sendiri;
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MICRO-TEACHING
DI UPT. PPL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
A. PROSES PEMBELAJARAN
1. PENGENALAN
MICRO-TEACHING
2. PENYAJIAN MODEL
DAN DISKUSI
3. PERENCANAAN/PERSIAPAN MICRO-TEACHING
4-a. PRAKTIK
MICRO-TEACHING
4. b. OBSERVASI/PEREKAMAN
5. DISKUSI
(UMPAN-BALIK)
6. KESIMPULAN DAN
TUGAS-TUGAS
B. KEGIATAN PENGAJARAN MIKRO
Pembelajaran mikro terdiri dari empat kegiatan, yaitu:
1. Masa Orientasi
Sebelum melaksanakan proses pembelajaran pada microteaching, secara klasikal para mahasiswa (calon guru/instruktur), terlebih dahulu
diberikan penjelasan-penjelasan tentang pengertian, tujuan, manfaat, prosedur, materi dan evaluasi.
2. Masa Observasi
1) pengamatan langsung
Mahasiswa mengenal dan memperoleh gambaran secara riil penampilan seorang guru dalam “real teaching” di dalam kelas.
2) pengamatan tak langsung
Mahasiswa dapat pula mengamati secara langsung ke kelas, akan tetapi bisa mengamati melalui rekaman video tape recorder (VTR) atau audio tape recorder (ATR). Kegiatan selanjutnya adalah dengan melakukan diskusi tentang hasil pengamatan, yang berkaitan dengan masalah pembelajaran melalui keterampilan mengajar.
3. Latihan Keterampilan Terbatas
Setelah memahami seluk beluk tentang program pengajaran melalui microteaching, maka sampailah kepada inti pembelajaran berupa keterampilan mengajar (teaching skills) dilatihkan.
4. Latihan Keterampilan Terpadu
Proses pembelajaran yang dimikrokan masih tetap utuh dilakukan, namun dalam pelaksanaannya tidak hanya menampilkan satu jenis keterampilan terbatas, melainkan yang ditampilkan/dilatihkan sudah merupakan perpaduan dari beberapa keterampilan mengajar, dimulai dari penyusunan persiapan mengajar, menyajikan materi, mendemonstrasikan
beberapa keterampilan, sampai kepada mengadakan evaluasi serta diskusi sebagai umpan balik.
RUANG & PENGATURAN TEMPAT DUDUK
PEMBELAJARAN MICRO-TEACHING
A. PENGATURAN TEMPAT DUDUK
BILA MENGGUNAKAN ATR
RUANG
OBSERVER Kaca Penyekat



G Kaca Penyekat
RUANG
OPERATOR
G: Guru
M: Murid
ATR: Audio-tape
Recorder
ATR
M M M
M M M
M M M
B. PENGATURAN TEMPAT DUDUK
BILA MENGGUNAKAN VTR (SEBUAH KAMERA)
RUANG
OBSERVER Kaca Penyekat



G Kaca Penyekat
RUANG
OPERATOR
G: Guru
M: Murid
K: Kamera
M M
M M
M M
M M
K
C. PENGATURAN TEMPAT DUDUK
BILA MENGGUNAKAN VTR (DUA KEMERA)
RUANG
OBSERVER Kaca Penyekat
K



G Kaca Penyekat
RUANG
OPERATOR
G: Guru
M: Murid
K: Kamera
M M
M M
M M
K
D. PENGATURAN TEMPAT DUDUK
BILA MENGGUNAKAN VTR (TIGA KEMERA)
RUANG
OBSERVER Kaca Penyekat
K K



Kaca Penyekat
RUANG
OPERATOR
G: Guru
M: Murid
K: Kamera
G
M M
M M
M M
M M
K
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN MIKRO
DI UPT. PPL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Langkah ke 1
Sebelum (mahasiswa) calon guru diperkenalkan dengan micro-teaching beserta aspek-aspeknya, lebih dahulu mereka dikirim ke sekolah-sekolah untuk:
1) Mengadakan observasi tentang proses/interaksi belajar mengajar;
2) Hasil observasi dibawa ke kampus untuk diadakan diskusi seperlunya;
3) Diperkenalkan dengan segala sesuatunya yang berkenaan dengan micro-teaching.
Bila pada bagian 1) dan 2) tidak memungkinkan untuk dilakukan mahasiswa mengingat pertimbangan berbagai hal, maka sebagai penggantinya, dosen mata kuliah Strategi Belajar-Mengajar serta Perencanaan Mengajar memberikan pemantapan dan arahan-arahan yang ada kaitannya dengan tugas-tugas guru di sekolah, terutama yang berkaitan dengan kegiatan guru dalam Proses Belajar-Mengajar.
Langkah ke 2
Setelah (mahasiswa) calon guru mendapatkan “introduksi” tentang micro-teaching, selanjutnya para mahasiswa ditugasi untuk mempelajari berbagai komponen keterampilan mengajar yang telah diisolasikan lewat model-model mengajar.
Langkah ke 3
Tugas selanjutnya bagi calon guru/trainee ialah merencanakan/membuat persiapan tertulis micro-teaching dalam berbagai bentuk keterampilan yang diisolasikan, misalnya: Keterampilan dalam set induction and closure; Keterampilan dalam stimulus variation (variasi stimulus); Keterampilan dalam questioning (keterampilan bertanya); dan lain-lain.
Langkah ke 4
1) Pada tahapan ini kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kerja yang masing-masing beranggotakan 7-8 orang (kelas secara keseluruhan dipimpin oleh seorang dosen pembimbing/supervisor). Masing-masing kelompok melakukan praktik micro-teaching dalam bentuk peer teaching, yaitu mempraktikkan apa yang telah mereka persiapkan secara tertulis (pada langkah ke 3). Yang disebut peer teaching di sini ialah mengajar teman sejawatnya/seangkatan yang bertindak sebagai murid.
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
- 5-8 orang berperan sebagai murid;
- 1 orang berperan sebagai guru;
- 2 orang berperan sebagai observer.
2) Ketika masing-masing kelompok sedang melakukan microteaching, hendaknya dosen/pembimbing senantiasa berkeliling dari kelompok satu ke kelompok lain untuk mengontrol apakah semuanya sudah berjalan pada jalur yang semestinya (on the right track);
3) Pada saat micro-teaching berlangsung, di samping observasi oleh dosen pembimbing dengan mempergunakan panduan observasi, seiring dengan itu diadakan perekaman (ATR/VTR)sesuai dengan kebutuhan dan fasilitas yang tersedia;
4) Apabila seluruh anggota kelompok tersebut telah mendapat giliran untuk memainkan peranan sebagai guru dan observer, maka praktikan microteaching dapat dilanjutkan dengan menggunakan murid yang sebenarnya. Bahkan tahap ini sangat penting, karena situasi dan kondisi proses belajar-mengajar berlangsung dengan sebenarnya. Praktik dengan murid ini juga dilakukan seperti pada peer teaching dengan melakukan observasi/perekaman.
Langkah ke 5
1) Apabila ketika praktik micro-teaching dilakukan dengan perekaman ATR/VTR, maka pada langkah ke 5 ini hendaknya dilakukan pemutaran kembali (play back) dari rekaman itu, sehingga calon guru dapat mengobservasi dirinya sendiri;
2) Sesudah itu, calon dimintakan pendapatnya tentang praktik/latihannya tadi, dan dengan pertanyaan-pertanyaan dari supervisor serta pendapat-pendapat dari calon dan teman-temannya yang ikut bertindak sebagai observer, lakukanlah diskusi untuk menganalisa latihan tadi;
3) Pada akhir diskusi harus dicapai kesepakatan antara calon guru dengan supervisor tentang segi-segi yang telah memuaskan dan segi-segi yang
belum memuaskan, hal ini sangat penting sebagai balikan yang segera harus diperbaiki apabila diadakan praktik ulang (re-teach);
4) Apabila praktik ulang tidak memungkinkan karena adanya rasa jenuh yang dirasakan praktikan, maka sebagai solusinya adalah melalui pemberian tugas-tugas atau memberi kesimpulan dari kelebihan dan kekurangannya.
Langkah ke 6
Langkah ini menyerupai pada langkah ke 3, 4 dan 5, yakni perencanaan kembali, praktik ulang dan perekaman/observasi serta diskusi. Langkah ini dilakukan bila dianggap terdapat hal-hal yang segera harus diperbaiki. Terdapat pula kemungkinan bahwa langkah-langkah ini ditangguhkan pada kesempatan berikutnya atau cukup dengan memberikan catatan-catatan kesimpulan dari hasil penampilannya.
Yang diperlukan dalam microteaching adanya umpan-balik. Agar umpan-balik tersebut bersifat objektif, maka diperlukan alat-alat pencatat yang bersifat akurat, misalnya ATR (audio-tape-recorder) ataupun VTR (vedeo-tape-recorder).
Penggunaan tersebut menuntut pengaturan tempat duduk yang khusus, agar dalam pengaturan peralatan tersebut tidak mengganggu murid dan guru yang sedang terlibat dalam interaksi belajar-mengajar.

Baca selengkapnya ..